Konflik Antara ISRAEL dan PALESTINA

Konflik Palestina dan Israel sudah berlangsung selama enam dasawarsa sejak para pegiat Zionis Yahudi memproklamasikan kemerdekaan Israel di tanah Palestina pada 14 Mei 1948. Yang terjadi sesungguhnya bukanlah konflik yang didasarkan atas agama, melainkan konflik politik, ekonomi, kemanusiaan, hukum, nasionalisme, dan keserakahan manusia.

”Saya 100 persen mendukung pendapat itu,” kata mantan Ketua MPR Amien Rais, selaku pembicara utama pada pembukaan konferensi internasional selama dua hari dengan tema ”Kemerdekaan dan Hak Bangsa Palestina untuk Kembali serta 60 Tahun Pembasmian Etnis”, Rabu (14/5) di Wisma Makara, Universitas Indonesia (UI), Depok. Dalam konferensi itu—diprakarsai UI dan ”Voice of Palestine: Indonesian Society of Palestine Freedom”—hadir sejumlah pembicara nasional dan internasional.

Konferensi itu diselenggarakan terkait peringatan 60 tahun Hari Nakba atau ”hari bencana”, yakni percerai-beraian dan pengusiran warga Palestina dari tempat tinggal mereka setelah pecah perang Palestina tahun 1948. Inilah awal penjajahan Israel di tanah Palestina. Sementara bagi Israel, perang itu dianggap sebagai perang kemerdekaan yang menjadi awal berdirinya negara Israel.

Amien Rais menegaskan agar semua pihak jangan terjebak pada rasisme, apalagi mengutuk agama Yahudi karena sebenarnya yang harus dilawan jelas zionisme, rasisme, dan kolonialisme yang biadab. ”Jadi, sangat keliru kalau kita sampai terjebak melawan Israel hanya karena mereka Yahudi,” kata Amien saat dihubungi melalui telepon.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal NGO’s Union for Supporting Palestinians Right Zahra Mustafawi mengatakan, sejatinya Palestina merupakan tanah suci untuk semua agama. Akibat agresi Zionis, banyak warga tanah suci menjadi tertindas dan mati syahid, kehilangan rumah, dan diusir dari tanah leluhur mereka.

Padahal, menurut juru bicara di Neturai Karta International, Rabbi Yisroel Dovid Weiss, mengusir warga Arab bukanlah solusi yang tepat untuk menciptakan perdamaian. ”Selama bertahun-tahun sudah terbukti orang Yahudi dan Arab bisa hidup berdampingan secara damai di Palestina,” ujarnya.

Ia menambahkan, masalah mulai muncul karena zionisme lahir. Zionisme itulah yang menjadi benih konflik di Palestina saat ini. Ia mengatakan, tak semua orang Yahudi mendukung zionisme. ”Lebih dari 25 persen Yahudi justru menolak zionisme itu. Kita harus memiliki optimisme akan kemenangan dan kemerdekaan Palestina,” ujarnya.

Rabbi Yisroel Dovid Weiss juga menyatakan, zionisme sudah mengacaukan perdamaian yang terjalin selama ratusan tahun di antara komunitas masyarakat yang berbeda di Palestina. Konflik terjadi akibat propaganda pihak luar, seperti Amerika Serikat dan Israel. ”Saya minta agar kaum Muslim berhati-hati. Jangan sampai terperangkap dengan propaganda itu,” pesannya.

Menjawab pertanyaan, apakah konflik dapat diselesaikan tanpa khilafah Islamiyah, Pendeta Alex Awad, pengajar di Bethlehem Bible College, mengatakan, yang terpenting adalah pemerintah yang ada menghormati semua warganya, apa pun agama, etnis, dan sukunya. Dengan demikian, akan tercipta perdamaian.

Sikap Indonesia

Di bagian lain dalam sambutan yang hanya 10 menit, Amien Rais mendesak Pemerintah Indonesia agar serius dalam mendukung kemerdekaan Palestina karena selama ini sikap Indonesia terkesan kurang serius. ”Marilah kita bersama-sama mendesak pemerintah untuk serius mendukung kemerdekaan Palestina,” ujarnya.

Menurut Amien, Indonesia tidak betul-betul memperjuangkan kebebasan Palestina. Contohnya, di media mereka mendukung secara penuh, tetapi di lain pihak para elite politik memandangnya secara subyektif. ”Di satu sisi kita membela Palestina, tetapi di sisi lain kita juga tidak tahan dengan lirikan mata dari George W Bush (Presiden AS),” kata Amien, yang disambut gelak tawa hadirin.

Ketidakseriusan dari Pemerintah Indonesia itu diyakini Amien karena masih ada perasaan takut dengan Washington. Karena itu, menurut Amien, Pemerintah Indonesia masih menganut standar ganda. ”Dari omongan membela Palestina sesuai Mukadimah dari UUD 1945, tetapi kenyataannya kita tidak seperti Malaysia yang lebih bebas. Sampai saat ini pemerintah belum sungguh-sungguh menunjukkan komitmen kepada Palestina,” ujarnya.

Sebelumnya, Ketua DPR Agung Laksono dalam pidato pembukaan konferensi menegaskan, dukungan Indonesia kepada Palestina tidak berhubungan dengan faktor agama, tetapi lebih karena suatu hal yang prinsip dan termasuk amanat konstitusi kemerdekaan hak segala bangsa dan penjajahan harus dihapuskan.

Selain dukungan dari berbagai negara, Rabbi Yisroel Dovid Weiss mengatakan, harus ada kerja sama mendidik masyarakat agar dunia dapat memahami apa yang terjadi di wilayah Palestina.

”Persoalan di Palestina ini adalah gerakan politik yang dilakukan oleh tiga agama secara bersama-sama. Tak ada hubungan dengan agama. Kita harus mendidik masyarakat agar mereka dapat memengaruhi politikus dan pemerintahnya,” katanya.

Jika sudah tercipta pemahaman yang sama, persatuan akan lebih mudah diciptakan sehingga dunia mempunyai semangat yang sama untuk mengakhiri zionisme di Palestina. Rabbi Yisroel Dovid Weiss menegaskan, tidak akan ada perdamaian jika Israel masih menduduki Palestina. ”Kita harus terus berdoa agar segera tercapai perdamaian,” ujarnya.

 
Free Host | lasik surgery new york